Kenapa
sih kita harus menggaungkan kusta? Karena faktanya kasus penyakit yang satu ini
masih banyak di Indonesia. Selain itu, stigma dan diskiminasi kusta masih kerap
terjadi di tengah-tengah masyarakat hingga kini.
Penyakit
kusta atau kerap disebut juga dengan lepra adalah sebuah penyakit yang
menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan
atas, dan mata.
Apa
sih penyebab kusta itu?
Kusta
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang ternyata bukan hanya ada pada
hewan, tetapi juga di tubuh manusia, yaitu jalur pernafasan. Sehingga, jelas
penularan paling cepat dari penyakit ini adalah melalui udara atau pernafasan.
Kendati
demikian, tidak semudah itu bisa tertular kusta, karena jika penderita kusta
ditangani dengan cepat dan telah mendapat dosis obat pertama, maka penularan
itu langsung terhenti di penderita. Jadi kita tidak perlu takut tinggal bersama
penderita, tidak perlu mengisolasi pasien kusta karena penularannya telah
dicegah.
Perlu
diketahui, penyakit kusta bisa menyebabkan luka pada kulit, kerusakan saraf,
melemahnya otot, dan mati rasa, hingga hal paling teburuk adalah menyebabkan
kecacatan (disabilitas). Hal ini terjadi jika penanganan pasien kusta terlambat
dilakukan.
Kusta di Indonesia
Dari
data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penyakit kusta masih merupakan masalah
kesehatan yang menjadi perhatian intens pemerintah, sebab hingga kini masih ada
6 provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta.
Keenam
provinsi tersebut adalah Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi
Utara dan Gorontalo.
Yang
mengejutkan, ternyata Indonesia masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 di
dunia setelah India dan Brazil.
Ayo
Wujudkan Indonesia Bebas Kusta
Kementerian
Kesehatan telah menargetkan untuk eliminasi kusta di tahun 2024 mendatang.
Namun upaya eliminasi kusta ini dihadapkan pada berbagai tantangan.
Salah
satunya soal masih adanya anggapan di masyarakat terkait kusta yang dinilai
sebagai penyakit kutukan hingga munculnya diskiminasi terhadap penderita bahkan
keluarganya.
Dengan
adanya stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta, membuat mereka memilih
mengasingkan diri dari kehidupan sosialnya, tidak lanjut sekolah, keluar pekerjaan,
dikucilkan keluarga, mendapat penolakan dari masyarakat umum, bahkan tidak
diterima baik di fasilitas kesehatan.
Akibatnya,
penderita kusta kesulitan dalam penyembuhan dirinya karena mereka dikucilkan hingga
ke tingkat layanan kesehatan.
Jika
pasien penyakit lain hanya merasakan sakit pada fisik, tidak demikian pada pasien
kusta karena selain sakit secara fisik, mental mereka juga sakit akibat stigma
dan diskriminasi yang mereka terima.
Di
sinilah peran kita diperlukan untuk membantu menyuarakan dan mengkampanyekan
semasif mungkin terkait yang benar tentang kusta ke masyarakat.
Terutama
turut mendukung pasien kusta dalam menjalani pengobatannya. Karena jangka waktu
minum obat bagi pasien kusta sangat lama dan tidak boleh terputus. Jika tanpa
support system yang baik dan lingkungan sekitar yang welcome pada pasien kusta,
bisa saja membuat penderita tidak bersemangat menuntaskan masa minum obatnya.
Akibatnya
apa? Jumlah penderita kusta dan dampak yang ditimbulkannya pun akan makin luas
dan tentu saja tujuan terwujudnya eliminasi kusta di Indonesia akan sulit
dicapai.
Gaung Kusta Bersama Babinsa dan PKK Tegal
Rabu,
14 Juni 2023, saya berkesempatan ikut dalam diskusi tentang kusta yang digelar
Radio Berita KBR dan NLR Indonesia di kanal Youtube resminya.
Dalam
diskusi yang dipandu oleh host Rizal Wijaya dari Radio Berita KBR Jakarta, hadir
dua orang narasumber, yakni Kapten Inf Shokib Setiadi, Pasiter Kodim 0712/Tegal
dan Elly Novita, S.KM, MM yang merupakan wakil ketua Pokja 4, TP PKK Kabupaten
Tegal.
Belum
lama ini NLR Indonsia baru saja melakukan kegiatan roadshow leprosy di Slawi,
Tegal dan Kabupaten Cirebon yang melibatkan Babinsa dan PKK sebagai upaya untuk
memperluas informasi terkait kusta agar tak ada lagi stigma dan diskriminasi
pada penderitanya.
Sekadar
informasi, NLR (Netherland Leprosy Relief) adalah sebuah organisasi non-government
yang didirikan di Belanda pada 1967 untuk menanggulangi kusta dan
konsekuensinya di seluruh dunia, dengan pendekatan tiga zero, yaitu zero
transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas) dan zero
exclusion (nihil eksklusi).
Di
Indonesia, NLR mulai beroperasi pada 1975 dan pada 2018 NLR bertransformasi
menjadi entitas nasional agar lebih efektif dan efisien menuju Indonesia bebas
dari kusta. Itulah mengapa NLR Indonesia memiliki slogan “Hingga Kita Bebas
dari Kusta.”
Peran Babinsa dan PKK untuk Indonesia Bebas Kusta
Kapten
Infanteri Shokib Setiadi yang merupakan perwakilan dari Babinsa menyampaikan
bahwa dalam rangka mendukung program pemerintah terkait masalah penyakit kusta,
pihaknya mengirimkan perwakilan Koramil dalam program sosialisasi dan evaluasi
tentang edukasi kusta agar masyarakat sadar dan paham tentang kusta.
Babinsa
terus berkomitmen untuk menyampaikan pesan-pesan positif ke masyarakat agar
pasien kusta dan masyarakat dapat hidup berdampingan tanpa rasa takut.
Kapten
Inf Shokib Setiadi mengatakan, menerapkan pendekatan khusus kepada masyarakat
dalam meluntukan stigma dan diskriminasi terhadap pasien kusta. Di antara yang
dilakukan adalah dengan mengadakan kegiatan bersama, yang melibatkan masyarakat
seperti senam bersama, posyandu, dan lainnya.
Di
kesempatan yang sama pada acara talk show bersama KBR ini, Ibu Elly Novita
mengatakan bahwa kaum ibu-ibu umumnya rentan dan mudah termakan isu hoaks. Sehingga
perlu langkah efektif dan tepat untuk memberikan pemahaman informasi kusta yang
benar.
Di
sini ibu Elly Novita mengatakan bahwa sosialisasi terkait kusta akan lebih
maksimal jika PKK kabupaten Tegal berkerjasama dengan pihak lain yang punya
concern soal kusta ini.
Menurut
penuturan ibu Elly Novita, stigma kusta di Kabupaten Tegal terbilang masih tinggi.
Bahkan penderita kustanya saja seolah menolak jika mereka tengah mengalami
kusta.
Hal
ini lantaran adanya opini di masyarakat yang mengatakan kusta adalah penyakit
kutukan dan turunan. Sehingga penderitanya harus dijauhi.
Faktanya,
kusta bukan penyakit kutukan atau turunan. Tapi jenis penyakit yang disebabkan
bakteri, di mana jika penangannya kurang tepat dan terlambat, maka akan
menyebabkan kerusakan jaringan kulit, mengelupas, hingga cacat.
Sebagai
infomasi tambahan, kusta ini teryata ada dua jenis, yang masing-masing punya
gejala dan penanganan yang berbeda.
Jenis
kusta
1.
Kusta kering
Kusta
kering ditandai dengan bercak-bercak berwarna putih seperti panu, tapi dengan jumlah
sedikit. Ada keluhan mati rasa, sehingga jika terkena api atau tertusuk peniti,
tidak akan berasa.
Untuk
jenis kusta ini penganganannya adalah dengan minum obat secara rutin hingga 6
bulan tanpa putus.
2.
Kusta basah
Kusta
basah ditandai dengan bercak-bercak pada kulit dalam jumlah banyak dan berwarna
kemerahan. Selain itu penderita juga mengalami penebalan kulit.
Penanganan
kusta basah ini lebih lama dari kusta kering. Minum obat rutin tanpa putus bisa
sampai 12 bulan.
Jika
pasien penyakit lain hanya merasakan sakit pada fisik, tidak demikian pada pasien
kusta karena selain sakit secara fisik, mental mereka juga sakit akibat stigma
dan diskriminasi yang mereka terima.
Mari
kita juga turut berperan dalam eliminasi kusta di Indonesia dengan langkah
nyata. Kita bisa mulai dengan ikut menyebakan informasi yang benar tentang
kusta melalui media sosial atau mengedukasi lingkungan sekitar kita.
Semoga
Indonesia segera terbebas dari kusta!
Posting Komentar