Apakah teman-teman pernah mendengar istilah Orang Yang Pernah Mengalami Kusta atau OYPMK? Apa yang ada di dipikiran teman-teman saat mendengar kata kusta? Yuk, kita cari tahu yang sebenarnya di sini, agar stigma kusta tidak terus menghantui, terutama bagi penderitanya.
Kusta adalah jenis penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini biasanya menyerang kulit, sistem jaringan saraf perifer, mata, dan selaput lendir.
Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan kasus pasien kusta terbanyak ketiga di dunia setelah India dan Brazil.
Wow, bukankah ini sebuah fakta yang mengejutkan, di tengah ketidaktahuan kita akan penyakit ini yang sebenarnya.
Berdasarkan data, di Indonesia setidaknya terdapat kurang dari 15 ribu kasus kusta untuk per tahunnya.
Sayangnya, di masyarakat berkembang stigma bahwa kusta merupakan penyakit mengerikan, menular, bahkan ada yang beranggapan kusta adalah sebuah penyakit kutukan. Bukankah stigma ini sangat mengerikan?
Kebanyakan orang memilih menjauhi hingga mengucilkan OYPMK karena takut tertular. Padahal, Kusta tidak akan menular jika berdekatan hingga melakukan kontak fisik sekalipun.
Tetapi penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak yang lama (20 jam per minggu) dengan penderita kusta yang belum berobat.
Selain itu, kusta ditularkan juga melalui percikan cairan (droplet), seperti saat bersin, membuang dahak, atau batuk.
Diskriminasi Terhadap OYPMK karena Stigma Kusta
Berkembangnya stigma masyarakat mengenai kusta telah membuat kebanyakan orang jadi takut menerima penderita kusta atau pun OYPMK. Bahkan, pihak keluarga pun enggan berinteraksi dan melakukan kontak dengan penyandang kusta ini.
Hal lainnya yang kerap diterima penyandang disabilitas dan OYPMK ketika kembali ke masyarakat adalah kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan, sehingga mereka pun tidak bisa berkembang dan produktif untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Hal ini makin dipersulit dengan pihak perusahaan yang juga beranggapan bahwa kusta atau OYPMK berpotensi merugikan.
OYMPK atau kusta dianggap dapat menularkan penyakit di lingkungan kerja. Kinerja mereka pun dianggap buruk karena diklaim hanya berpendidikan rendah.
Faktanya, kebanyakan OYPMK memiliki tingkat pendidikan rendah, karena adanya stigma tentang kusta ini. Sehingga membuat mereka pun sulit menempuh pendidikan hingga ke jenjang lebih tinggi.
Webinar Kisah Inspiratif OYPMK Berdaya Lawan Stigma Kusta
Tolak stigmanya bukan orangnya. Setidaknya inilah yang berusaha disampaikan dalam webinar bersama NLR Indonesia dan Kantor Berita Radio (KBR) bekerja sama dengan Kemenko PMK di kanal YouTube KBR pada Rabu, 27 Juli 2022, dengan tema “Peran Pemerintah dalam Upaya Meningkatkan Taraf Hidup OYPMK”.
Talkshow ini menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kulitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK RI, Bapak Agus Suprapto, DRG. M.Kes dan OYPMK berdaya/SPV Cleaning Service PT. Azaretha Hana Megatrading, Bapak Mahdis Mustafa.
Dari webinar ini, tebukti bahwa anggapan OYPMK tidak produktif, itu salah besar. Buktinya di luar sana banyak penyandang kusta yang mampu berdaya dan berkontibusi, bahkan bisa menduduki posisi tinggi dalam sebuah perusahaan.
Salah satu contohnya adalah Mahdis Mustafa, yang kini menjabat sebagai Supervisor Cleaning Service di PT. Azaretha Hana Megatrading, Makassar.
Pak Mahdis membawahi 2 tim yang bekerja di rumah sakit tempatnya dirawat. Dalam webinar ini pak Mahdis mengatakan bahwa stigma dan diskriminasi terhadap OYPMK masih sering terjadi.
Kebanyakan masyarakat memandang penyandang disabilitas dan OYPMK sebagai kelompok yang tidak produktif dan tidak memiliki kemampuan untuk berkontribusi di dunia kerja.
Pak Mahdis pun tidak menampik bahwa sebagian besar penyandang disabilitas termasuk OYPMK tidak punya pendidikan tinggi dan tidak punya keterampilan.
Hal tersebut lantaran mereka harus mengkonsumsi obat secara rutin dalam jangka waktu lama. Sehingga ini juga yang secara tidak langsung menghambat pendidikan mereka, ditambah adanya stigma terkait kusta. Selain itu, rata-rata OYPMK berasal dari kalangan keluarga menengah ke bawah.
Pak Mahdis menuturkan bahwa ia terkena kusta sekitar 2010. Namun saat berobat, tenaga kesehatan dari puskesmas hanya mengatakan jika ia kena alergi.
Kendati demikian, ia penasaran dengan jangka waktu pengobatan yang lama.
“Karena penasaran saya baca itu nama obatnya lalu cari informasi obat apa itu, barulah saya tahu menderita kusta,” tuturnya.
Megetahui hal itu, ia pun jadi tidak semangat hidup. Hingga akhirnya ia didatangi kader NLR (Netherland Leprosy Relief), organisasi non-pemerintahan yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta.
Setelah bergabung dengan NLR, semangat hidup dan rasa percaya dirinya pun bangkit. Pak Mahdis pun mulai mencari pekerjaan karena tidak ingin jadi beban keluarga.
Pak Mahdis akirnya diterima di PT. Azaretha Hana Megatrading Makassar sebagai Supervisor Cleaning Service.
Melalui webinar ini, pak Mahdis berpesan kepada sesama OYPMK agar bisa tetap berkembang di tengah keterbatasan. Tidak perlu terlalu memikirkan stigma masyarakat, tapi buktikan bahwa OYPMK dan penyandang disabilitas juga punya kemampuan dan bisa berdaya.
Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Taraf Hidup OYPMK
Dokter Agus mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki beberapa program pengendalian kusta, mulai dari pemberian obat gratis pencegahan kusta, pelatihan deteksi dini untuk tenaga kesehatan dan masyarakat, menyuplai dana untuk mendukung Indonesia bebas kusta, hingga kampanye menghapus stigma terkait kusta.
Pemerintah juga terus mendorong penderita kusta untuk berobat rutin mulai 6-12 bulan pengobatan, yang bisa didapatkan secara gratis di Puskesmas.
Dokter Agus juga mengatakan bahwa kebersihan adalah faktor penularan kusta. Karenanya, Kemenko PMK melakukan program Kotaku dalam rangka melakukan perbaikan kualitas pemukiman penduduk.
Sebagaimana diinformasikan dokter Agus, di Papua terjadi alergi genetik yang memungkinkan transmisi kusta lebih cepat dibanding daerah lain.
Pola hidup sehat ini mulai dikampanyekan dari tingkat bawah hingga kabupaten/kota seperti di Medan, Solo dan kota lainnya.
Selain itu, Pemerintah pun terus berusaha agar kesetaraan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK bisa hidup normal, tidak dipandang sebelah mata, dan mendapatkan kesempatan yang sama dalam meningkatkan kualitas dan taraf hidup mereka.
Program Kepedulian NLR Terhadap OYPMK
NLR adalah sebuah organisasi non pemerintah yang fokus pada upaya menanggulangi kusta dan konsekwensinya di seluruh dunia, dengan menggunakan pendekatan tiga zero, yaitu zero transmission (nihil penularan), zero disability (nihil disabilitas), dan zero exclusion (nihil eksklusi).
Selain itu, NLR merupakan LSM yang juga bergerak di bidang pemberantasan inklusifitas bagi difabel, termasuk difabel akibat kusta. Di Indonesia, NLR telah bekerja sama dengan Pemerintah sejak 1975. Selain itu, NLR juga melaksanakan program PEP+ di India, Brazil agar dapat guna memutus penularan kusta. Karena motto NLR sendiri adalah Hingga kita bebas dari Kusta!
So, mari kita buang jauh-jauh stigma terhadap OYPMK termasuk penyandang disabilitas. Karena mereka bukanlah ancaman. Mari beri mereka kesempatan untuk hidup lebih layak dan membuktikan kemampuannya dan ide-idenya.
Selain itu, kita juga harus menyemangati mereka untuk sembuh dan tetap aktif beraktifitas, tidak usah minder apalagi sampai malu berobat.
Semoga dengan adanya informasi tepat, edukasi, dan sosialisasi serta peran aktif kita semua, bisa mewujudkan Indonesia sehat dan bebas kusta.
Posting Komentar