“Kenapa kamu tidak sekolah?”
“Terus belajar online-nya gimana selama ini?”
Pertanyaan-pertanyaan itu kerap kudengar saat menikmati acara Bedah Rumah, di salah satu stasiun tv swata. Kebanyakan jawabannya adalah tidak sekolah karena terkendala biaya. Kegiatan belajar mengajar online pun adalah kendala bagi mereka, yang berasal dari keluarga tidak mampu. Permasalahannya hanya satu, yaitu tidak punya smartphone. Sedih dan prihatin sekali dengan fenomena ini.
Masalah pendidikan di Indonesia memang tak pernah usai bahkan makin rumit. Meski telah banyak kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasinya. Tetap saja, kita selalu menemukan kisah-kisah memprihatinkan generasi bangsa dalam dunia pendidikan. Terutama yang dialami oleh mereka yang tinggal di daerah pelosok atau 3T ( Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Bukan hanya tentang fasilitasnya, tetapi akses menuju tempat belajar pun sulit.
Potret Pendidikan Indonesia
Indonesia itu kaya. Kalimat ini kerap diucapkan banyak orang. Sayangnya meski kaya, masih banyak anak Indonesia tidak mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan. Bahkan masih banyak yang putus sekolah di jenjang pendidikan dasar. Penyebab dominan adalah masalah ekonomi. Anak-anak yang seharusnya belajar, justru harus ikut bekerja di usia belia demi membantu perekonomian keluarganya.
Terkadang miris di saat menyaksikan pesatnya pembangunan di Indonesia, namun masih banyak penduduk negeri yang tidak bisa mengenyam pendidikan dengan layak. Padahal generasi Indonesia adalah aset untuk membangun Indonesia lebih baik.
Pemerintah memang telah mengupayakan bantuan dan membuat kebijakan, agar siswa kurang mampu tidak terbebani biaya sekolah. Tetapi pada prakteknya, masih ada (banyak) oknum yang tidak amanah. Sehingga bantuan itu pun tidak tepat sasaran dan tidak sampai pada yang membutuhkan. Belum lagi sejumlah “pungutan” untuk peningkatan fasilitas belajar dan pembangunan gedung, yang bagi sebagian orangtua hal ini cukup memberatkan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan bahwa ada sekitar 4,3 juta siswa di Indonesia putus sekolah di tahun 2019. Hal ini pun diperkuat dengan data statistik Kemdikbud yang menampilkan jumlah siswa putus sekolah di tiap provinsi di tahun 2019/2020. Yang mengejutkan, jumlah terbanyak siswa putus sekolah berada di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Potret Kualitas dan Kuantitas SDM
Sampai saat ini masih banyak yang menganggap profesi guru atau pendidik tidak keren dan tidak menjanjikan. Itulah mengapa profesi ini tidak begitu populer. Ini juga yang membuat Indonesia masih bermasalah terkait kekurangan tenaga guru. Terutama di wilayah pelosok Indonesia.
Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak tenaga guru yang belum terlatih dengan baik, minim skill, dan cenderung tergantung pada kurikulum serta metode mengajar yang konvensional. Konsep “Merdeka Belajar” Menteri Pendidikan pun mendapat penolakan banyak guru. Karena apa? Karena masih banyak guru yang belum siap dan bingung berkreativitas dalam mengajar. Terlebih tantangan mengajar di tengah kepungan teknologi saat ini.
Seorang sahabatku bercerita tentang kondisi kualitas guru di daerah timur Indonesia, saat ia mengajar di daerah dua tahun silam. Gambar berikut adalah percakapanku dengannya tentang kondisi tenaga guru di sana.
Meskipun Kemdikbud terus berupaya memperjuangkan hak guru dengan memberikan pelatihan profesionalisme, kebijakan rekruitmen, dan kesejahteraan, namun hal ini masih belum mencapai hasil maksimal. Di daerah tempat tinggalku, rata-rata tenaga pendidiknya tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Terutama penggunaan media belajar berbasis TIK. Hal ini terlihat dari tidak adanya pembelajaran online selama pandemi. Belajar libur total.
Ada atau tidak adanya pandemi, tenaga pendidik di era saat ini harus menguasai teknologi dan mampu menyuguhkan metode pengajaran, yang sesuai untuk mendidik generasi alpha. Karena jika metode mengajar masih menggunakan konsep lama, misalnya metode ceramah, maka pendidikan dan kualitas pendidikan itu tidak akan maju. Peserta didik pun akan sulit bersaing dengan masyarakat global.
Lambatnya perubahan pendidikan pun dipicu sikap beberapa pendidik yang merasa dirinya lebih hebat dari murid. Sehingga murid tidak punya kemerdekaan dalam belajar. Tidak bebas berekspresi dan berkreativitas. Suasana kelas pun jadi membosankan, dan bahkan belajar akhirnya menjadi sebuah beban bagi peserta didik.
Apakah hanya itu? Dari beberapa pengalaman pribadi dan yang kulihat selama mengenyam pendidikan, kerap kusaksikan sikap pendidik yang tidak mencerminkan seorang pendidik. Misalnya melakukan perundungan baik verbal maupun non verbal terhadap murid, dan tidak mampu mengapresiasi karya murid. Hal ini sangat berdampak berat pada mental dan karakter peserta didik. Bahkan bisa mematikan kreativitas dan bakatnya.
Institusi pendidikan seharusnya menjadi tempat menempa seseorang menjadi lebih baik. Namun kenyataannya, kekerasan masih sering terjadi dalam dunia pendidikan. Bahkan telah banyak yang meregang nyawa akibat tindak kekerasan. Ikhtisar Eksekutif Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Pada Anak Kemen-PPPA menyatakan, ada 84% siswa pernah mengalami kekerasan di lingkungan sekolah, dan 50% pernah mengalami perundungan di sekolah dari 2016-2020.
Dari data KPAI disebutkan ada 127 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lembaga pendidikan, mulai dari kekerasan psikis, fisik, hingga seksual. Pelakunya melibatkan oknum guru, kepala sekolah, siswa hingga wali murid. Selain itu, kenakalan siswa pun telah sering kita dengar beritanya. Berapa banyak siswa kerap terlibat tawuran, menyerang guru, memakai narkoba, dan pergaulan bebas.
Inilah potret kualitas sebagian SDM kita. Masih banyak yang tidak mampu berperan baik untuk menciptakan Indonesia lebih baik.
Pandemi Makin Menjauhkan Kesempatan Belajar
Sejak pandemi, semua kegiatan KBM di setiap jenjang pendidikan dilakukan secara daring. Hal ini tentu bukan hal sulit, mengingat masyarakat telah terbiasa dengan aktivitas teknologi digital. Para peserta didik hanya perlu kuota internet dan smartphone untuk proses belajar. Dengan ini siswa bisa berinteraksi virtual dengan guru dan teman-teman, belajar dari berbagai aplikasi belajar, mengerjakan tugas, mengunduh materi, dan mengumpulkan tugas.
Sayangnya kemudahan belajar di tengah pandemi itu tidak bisa dinikmati siswa secara merata. Apalagi mereka yang tinggal di daerah atau pelosok. Akses internet bukan lagi tidak stabil saja. Tapi sangat sulit dijangkau. Media penunjang seperti ponsel pun sulit terpenuhi oleh orangtua siswa. Karena kondisi ekonomi yang kurang. Berbagai cara pun dilakukan agar tetap bisa belajar online.
Dalam artikel kumparan news diberitakan berbagai usaha siswa agar tetap bisa belajar daring. Demi mendapatkan sinyal, ada siswa yang harus berjalan kiloan meter, ada yang naik ke atas bukit atau pohon. Sedangkan untuk smartphone, ada yang pinjam tetangga, ada yang menitipkan anak di rumah saudara yang punya, dan ada yang bergantian dengan anggota keluarga lainnya. Yang lebih memprihatinkan, ada orangtua mencuri smartphone agar anaknya bisa ikut belajar daring.
“Seorang Bapak Curi Ponsel Untuk Anak Belajar Daring, Kondisinya Buat Putra Pemilik Handphone Lemas” bunyi headline berita di Tribunnews. Saat kubaca, akupun lemas. Karena ternyata keluarga si Bapak hidup dalam kondisi sangat kekurangan. Sangat memprihatinkan.
Jika Aku Menjadi Pemimpin Indonesia
Pendidikan di Indonesia dengan segudang masalahnya adalah bukan hal baru. Para pemimpin negeri yang pernah memimpin pun, telah banyak membuat gebrakan serta kebijakan untuk mengatasi hal ini. Namun sampai saat ini kita masih disuguhkan dengan kabar-kabar memprihatinkan dari dunia pendidikan. Kualitas pendidikan dan SDM Indonesia pun masih berada di peringkat bawah di dunia.
Global Education Monitoring UNESCO (2016) melaporkan, mutu pendidikan Indonesia berada di peringkat 10 dari 14 negara berkembang di dunia. Dan kualitas guru berada di peringkat 14. Sedangkan dari survei kemampuan pelajar oleh Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia ada diperingkat 72 dari 77 negara. Jika terus begini, maka negara-negara di dunia akan semakin meremehkan Indonesia.
Siapa yang salah atau apa yang salah? Tidak ada yang salah. Kita hanya butuh sesuatu yang lebih tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan. Mengapa masih banyak siswa putus sekolah, sedang sejumlah bantuan pendidikan telah disediakan? Mengapa kualitas SDM masih rendah, sedangkan kita bukan negara tertinggal?
Untuk itu hal yang paling ingin kulakukan jika aku menjadi pemimpin Indonesia adalah mengoptimalkan bidang pendidikan. Karena para peserta didik dan pendidik merupakan investasi paling berharga yang akan membawa Indonesia lebih maju. Sebuah pembangunan akan sia-sia jika tidak didukung SDM yang berkualitas. Sebuah negara tidak akan lepas dari permasalahan krusial jika banyak penduduk yang tidak terdidik dengan baik.
Untuk merealisasikannya harus ada agents of change. Untuk itu aku akan menggandeng dan merekrut lebih banyak anak muda Indonesia. Mengapa anak muda? Karena mereka biasanya orang-orang yang kuat, tangguh, inovatif, kreatif, penuh semangat, berani mengambil resiko, punya idealisme tinggi, dan punya banyak terobosan.
“Beri aku 1000 orang tua, maka akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.” Perkataan Presiden Soekarno ini adalah bukti bahwa peran generasi muda sangat penting dan berpengaruh untuk kemajuan Indonesia.
Dari sejak sebelum Indonesia merdeka, pemuda pun telah aktif terlibat dalam masalah pendidikan. Contohnya berdirinya Taman Siswa Jogjakarta yang diprakarsai pemuda, dan adanya perkumpulan pemuda yang tergabung dalam Boedi Utomo.
Lantas apa yang akan aku lakukan sebagai pemimpin untuk Indonesia, melalui para pemuda tersebut?
Pertama, akan aku kirim lebih banyak volunteer ke pelosok Indonesia. Sehingga di sana mereka bisa mengabdi dalam waktu yang telah ditentukan, untuk membuat perubahan dan memberikan pendidikan yang layak untuk penduduk setempat. Mereka juga bisa menjadi pembimbing tenaga didik lokal agar mampu menguasai perangkat teknologi dan informasi dengan lebih baik. Dengan program ini, setidaknya masyarakat di pelosok tidak jauh tertinggal.
Selain itu aku pun akan menggerakkan para mileneal yang aktif dan eksis di medsos. Mereka akan dikirim ke daerah-daerah untuk mengekspos kondisi di daerah. Apakah akses internet memadai, apakah masyarakat tidak mampu telah mendapatkan haknya, dan apakah proses belajar daring sudah maksimal. Sehingga data yang akurat dari mereka akan memudahkanku dalam membuat kebijakan dan mengambil keputusan. Jadi apapaun kebijakan akan tepat sasaran, sesuai kebutuhan, dan sampai pada mereka yang membutuhkannya.
Kedua, kulihat di beberapa tempat ada banyak bangunan terbengkalai, tidak dihuni dan ditinggalkan. Dan aku pun melihat banyak kelompok sosial tidak dapat mengenyam pendidikan. Karena mereka tidak memenuhi syarat mengenyam pendidikan formal, seperti para gepeng, anak jalanan, pemulung, pengamen, dan lainnya.
Akan aku manfaatkan bangunan-bangunan itu sebagai tempat belajar mereka. Para anak muda tadi akan menjadi tim pengajarnya. Sehingga meskipun kelompok sosial tidak dapat meraih pendidikan formal, setidaknya mereka punya bekal ilmu yang lebih baik. Dengan begini diharapkan mereka kelak bisa hidup lebih baik. Dan pastinya angka kebodohan akan makin berkurang.
Ketiga, banyak pemuda saat ini menekuni dunia blogging. Nah aku akan berkolaborasi dengan para blogger untuk memanfaatkan media informasi dan komunikasi digital, dengan menyebarkan tulisan atau pun konten mengenai segala problematika dunia pendidikan kita. Sehingga masyarakat luas akan lebih paham dan sadar akan kondisi pendidikan Indonesia.
Selain itu aku akan berkampanye bersama pemuda tentang betapa pentingnya sebuah pendidikan. Aku ingin bisa mengubah mindset sebagian orang, yang masih menganggap bahwa pendidikan hanyalah sebuah jalan untuk mendapatkan kerja dan menghasilkan uang. Padahal pendidikan itu adalah sebuah investasi untuk menciptakan kehidupan yang lebih maju dalam berbagai aspek.
Disamping itu, jika aku menjadi pemimpin Indonesia, aku akan membangun lebih banyak tower penangkap jaringan hingga ke pelosok negeri. Sehingga tidak akan ada lagi keluhan akan sulitnya mendapatkan akses internet. Siswa tidak perlu lagi naik pohon, berjalan jauh, dan pergi ke atas bukit hanya untuk mendapatkan sinyal internet. Jadi mereka akan lebih mudah dan nyaman mengakses berbagai fitur media belajar.
Terakhir, aku akan menggalakkan program penguatan pendidikan non formal dalam keluarga. Terutama untuk pendidikan agamanya. Orangtua harus lebih perhatian terhadap pendidikan anak di rumah. Karena pendidikan di keluarga bisa menjadi dasar cukup kuat untuk membantu anak dalam mengembangkan diri, bersikap, dan bergaul. Karena pengawasan dan kontrol yang lemah dari orangtua adalah pemicu rendahnya tingkat pendidikan anak.
Mengapa Aku Fokus Pada Ranah Pendidikan Jika Aku Menjadi Pemimpin?
Generasi yang terdidik dengan baik akan menciptakan banyak kesempatan yang baik bagi pembangunan negara. Tak hanya itu, berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini pun akan mudah terselesaikan, tanpa merugikan rakyat. Tidak akan ada lagi kasus oknum yang merusak lingkungan demi kepentingan pribadi. Karena ia paham, bahwa hal itu akan merugikan dirinya juga kelak. Contohnya terkait pembakaran hutan, penebangan hutan, ataupun tindakan lainnya yang merugikan. Itulah mengapa kualitas SDM akan sangat menentukan kemajuan Indonesia. Merekalah investasi paling berharga yang harus di perjuangkan.
Pentingnya Hutan Bagi Kehidupan
Hutan punya peranan sangat penting bagi keberlangsungan hidup di bumi. Hutan adalah paru-paru dunia,yang menjaga keseimbangan iklim,keanekaragaman hayati,serta penopang kehidupan. Selain itu, keberadaan hutan akan menghindarkan kita dari bahaya erosi dan banjir. Karena pepohonan lebat di hutan bisa menjadi penopang tanah yang kuat dan mampu menahan banjir. Menjaga hutan berarti mencegah terjadinya bencana alam.
Sayangnya banyak oknum yang tidak peduli akan hal itu. Mereka hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya semata. Budyatmojo (2013) menyatakan, bahwa kriminalitas yang terjadi dalam bidang kehutanan banyak dilakukan oleh masyarakat, aparat, dan pengusaha. Hal ini disebabkan karena rendahnya kulaitas SDM, rendahnya pendidikan, dan rendahnya tingkat kesadaran.
Untuk itu sangat perlu sekali kita membenahi kembali konsep dan sistem pendidikan di Indonesia. Agar generasi bangsa tidak hanya sekadar berilmu, namun gagal dalam pengaplikasian. Geneasi terdidik yang baik harus paham betul perannya. Bukan sekadar menjadi orang berilmu yang salah mengamalkan ilmunya. Karenanya pengutan pendidikan dalam keluarga akan sangat penting, agar terbentuk karakter yang kuat, beradab, dan berilmu.
Dengan begitu, mereka tidk akan sembarangan dalam bertindak. Terutama untuk hal-hal yang merugikan kepentingan orang banyak. Tak terkecuali tentang pelestarian hutan, yang saat ini sudah sangat memprihatinkan. Dalam kurun 20 tahun terakhir ini saja jumlah tutuan hutan makin merosot drastis. Ketersediaan SDA di negeri ini pun terus mengalami penurunan. Jika terus begini, maka keberlangsungan hidup kita semua akan terancam. Mari kita mulai peduli dengan alam. Jaga hutan demi kehidupan yang lebih baik, demi Indonesia yang lebih baik dan beradab.
Semoga dengan adanya pembenahan yang tepat untuk problematika pendidikan, serta adanya peran generasi muda Indonesia, bisa membuat negeri ini lebih maju dan mampu bersaing secara global. Dan semoga hutan Indonesia bisa kita lestarikan dengan lebih baik lagi tentunya.
Referensi:
Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdikbud
Statistik.data.kemdikbud.go.id
KPAI
https://www.kpai.go.id/berita/indonesia-peringkat-tertinggi-kasus-kekerasan-di-sekolah
Medcom
https://m.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/9K50Pl3k-4-3-juta-siswa-putus-sekolah-di-2019
Tempo Nasional
https://nasional.tempo.co/read/1266367/kpai-kekerasan-di-dunia-pendidikan-mencapai-127-kasus
Kumparan
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparannews/5-kisah-perjuangan-siswa-belajar-online-naik-bukit-jalan-8-km-cari-sinyal-1tyB6lL1XPq
Budyatmojo, Penegakkan Hukum Tindak Pidana Illegal Logging (Antara Harapan dan Kenyataan)
https://jurnal.uns.ac.id/yusticia/article/view/10192
Tribunnews
https://www.google.com/amp/s/sumsel.tribunnews.com/amp/2020/08/05/seorang-bapak-curi-ponsel-untuk-anak-belajar-daring-kondisinya-buat-putra-pemilik-handphone-lemas
Foto: Dokumentasi Pribadi
Hmm tulisan yang cukup panjang. Mostly saya setuju dengan isinya.
BalasHapusTerima kasih mbak
Hapushuhu.. masih perlu banyak perbaikan pendidikan di negeri +62 ya mbak, bahkan dari segala aspek, miris sih..
BalasHapussemoga siapapun pemimpinnya kelak, bisa lebih mengutamakan pendidikan negeri ini, aamiin..
Iya mbak...semoga Indonesia lebih baik lagi
HapusTernyata banyak sekali yang putus sekolah ditengah kondisi pandemi seperti ini. Semoga pandemi segera berlalu dan keadaan berangsur2 membaik
BalasHapusIya, pandemi makin meningkatkan angka putus sekolah.
HapusAamiin semoga pandemi segera usai
Miris ya melihat masih banyak anak putus sekolah. Sementara itu, di wilayah lain Indonesia banyak yang foya2 ngabisin uang
BalasHapusIya sedih banget. Karena pembangunan yg masih belum merata
HapusDuh aku jga sedih klo denger cerita guru2 skolah adikku klo ngajar cma kasih tugas2 aja tiap hari
BalasHapusSemoga guru2 kelak bisa lebih bertanggung jawab.
HapusDaring oh daring.. Banyak keluhan orang tua terkait daring, bahkan ada meme yang mengatakan "daring bikin darting" lucu namun betul adanya. Bukan hanya guru dan anak yang beradaptasi, pun begitu dengan orangtua.semoga segera ada titik terwang pandemi dan dunia pendidikan Indonesia bisa lebih baik
BalasHapusIya mba. Daring membuat banyak orang darting ya. Semiga ada solusi terbaik kedepannya ya
Hapussempat menjadi guru juga dulu, dan beberapa langkah yang mba rika sebutin ini emang relate banget.. pandemi begini memang jalan pintasnya adalah memanfaatkan gawai. Makanya, tepat banget ini, mengajak teman2 influencer untuk menyorot pendidikan lebih dalam.
BalasHapusTapi, keadaan sekolah yang kuabdi kemarin mengajarkanku bahwa pendidikan yang kurang itu bukan hanya di pelosok saja, tapi ternyata di sekitar kita juga masih ada beberapa sekolah yg fasilitasnya kurang lho
Iya mba. Itulah kenapa aku kepikiran buat gerakin influencer dlm bidang pendidikan
HapusmasyaAllah..semoga mbak rika bisa mengimplementasikan apa yang bisa dilakukan ya sambil menunggu jadi pemimpin indonesia..minimal pemimpin lingkungan RT dulu hehe
BalasHapusAamiin yaa mujiib.
HapusMasyaAllah. Kayak nelen botol rasanya baca ini. Nyesek. Banyak juga di sini yg kondisinya begitu. Mudah-mudahan pandemi ini segera berakhir ya Allaah. Aamiin
BalasHapusSemoga kita bisa mengubah Indonesia jd lebih baik ya mbak
HapusAku sempet kak jadi relawan pengajar di Kelas Inspirasi. Kami mengajar di daerah pinggiran dan memang mereka masih banyak banget kekurangannya, belum merata gitulah. Padahal pendidikan penting banget buat kemajuan negeri, semoga saja ada perubahan lebih baik untuk sektor pendidikan
BalasHapusMasyaAllah...salut dengan mileneal yg mau mengabdi di pelosok. Semoga berkah apa yg sdh dilakukan mba
HapusMasyaallah.....
BalasHapusPendidikan memang menjadi poin utama menurutku untuk mensalah satu tolal ukur suatu negara.
Iya mba. Untuk kemajuan bangsa ya
HapusSemoga pandemi segera berlalu, sehingga pemerintah bisa dapat memperbaiki sistem pendidikan di negara kita
BalasHapusAamiin yaa,Rabb
HapusMiris liat potret pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ya. Nggak semua orang tua mampu membelikan anak2nya hp atau kuota untuk pembelajaran jarak jauh. So masalah pendidikan di Indonesia ini memang patut jadi perhatian
BalasHapusIya mba. Di sekitarku aja jg masih bnyak yg tdk mampu mengadakan fasilitas daring buat belajar. Padahal aku tinggal di kabupaten dekat kota
HapusSetuju banget dengan idenya, jika pendidikan dikembangkan Indonesia akan maju dan jauh lebih baik dari saat ini, ada banyak hal yang perlu dibenahi dalam ramah dunia pendidikan saat ini, i wish semoga beneran jadi pemimpin ��
BalasHapusAamiin...thanks mba. Sukses selalu ya
HapusSetuju banget Mbak, kita butuh pemimpin yang peduli pendidikan merata untuk anak Indonesia..jadi kurikulum bisa disesuaikan untuk semua anak sekolah..
BalasHapus