Sumber: pixabay.com |
Urgensi Peran Keluarga Dan
Masyarakat Dalam Membudayakan Literasi – Ani baru saja
membaca headline di sebuah media online yang berjudul “Laudya Cynthia
Bella Isyaratkan Unggah Foto Terakhir Bersama Suami.” Ani pun bergegas
memainkan jemarinya di ruang chat
komunitasnya.
Ani:
Hai guys ada berita sedih nih. Laudya Cynthia Bella mau cerai
Caca:
Yang bener, Ni? Perasaan mereka terlihat harmonis dan romantis banget. Coba
seret link beritanya ke sini.
Ani
pun membagikan tautan link berita yang baru saja dibacanya. Namun setelah
dibaca seluruhnya, ternyata Bella hanya berusaha menjaga suaminya dari
orang-orang yang tertarik dengan suaminya.
Dok.pribadi |
Ilustrasi
di atas adalah satu dari banyaknya kejadian salah tafsir yang kerap dialami
manusia era digital saat ini. Mengapa hal ini sering terjadi? Karena kebanyakan
dari kita tidak tuntas membaca isi berita; hanya menafsirkan dari sebagian isi.
Bahkan yang lebih parah, hanya menafsirkan dari judul beritanya saja. Hal ini
tentu tidak baik untuk kedepannya. Terlebih jika berita yang kita teruskan itu
mengandung unsur provokasi, yang akhirnya menyebabkan konflik dan perpecahan.
Tingkat Literasi Indonesia
Sudah
bukan hal asing lagi bahwa Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan
peringkat literasi sangat rendah. Berbagai artikel pun telah sering membahas
hal ini. Ya, berdasarkan hasil penelitian dari Central Connecticut State University (CCSU) pada tahun 2016, dalam
“World Most Literate Nations”,
Indonesia berada di posisi 62 dari 70 negara yang diteliti. Sangat ironis
sekali, mengingat Indonesia memiliki banyak keunggulan dalam beberapa aspek
dibanding dengan negara lain. Kondisi ini tentu perlu mendapat perhatian
serius. Indonesia mengalami darurat literasi. Padahal Indonesia bukan termasuk
negara yang terbelakang.
Selain
itu, dalam laporan survey yang dilakukan UNESCO pada tahun 2012, disebutkan
bahwa indeks baca orang Indonesia berada di angka 0,001%. Ini artinya hanya
satu dari kisaran 1000 orang yang memiliki minat untuk membaca. Mengerikan
sekali, bukan? Lantas apa dan siapa yang salah? Apakah Indonesia minim buku
bacaan? Apakah Indonesia negara miskin? Atau salah pemerintah yang tidak
memberikan fasilitas terbaik untuk rakyatnya?
Sebelum
membahasnya lebih lanjut, ada baiknya kita pahami dulu tentang makna literasi
itu sendiri. Literasi adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan
potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan
aktivitas membaca dan menulis. Kesimpulannya, literasi sangat berkaitan erat
dengan kebiasaan membaca dan menulis. Dengan kata lain, lewat membaca seseorang
akan mampu melejitkan segala potensi dirinya. Lewat membaca seseorang akan
mendapatkan pengetahuan dan informasi yang tepat, tidak mudah dobodohi, dan
tidak mudah termakan kabar bohong.
Dok. Pribadi |
Sayangnya
aktivitas membaca dan menulis saat ini semakin tergerus seiring pesatnya
perkembangan teknologi. Di era serba digital saat ini, banyak masyarakat yang
cenderung menghabiskan banyak waktu menatap layar gawainya, dari pada
meluangkan waktu untuk membaca buku. Lebih banyak yang terlena dengan membaca
status penduduk dunia maya hingga lupa waktu; lebih suka menghabiskan waktu
main game online; atau lebih suka
menyaksikan video para youtuber.
Indonesia
disebutkan menempati posisi lima besar pengguna aktif media sosial. Dari data
yang dikeluarkan wearesocial (2017)
menyatakan bahwa orang Indonesia menghabiskan waktu sekitar 9 jam per hari untuk
menatap layar gawai. Mungkin hal inilah yang menjadi salah satu faktor minat
baca Indonesia jauh berada di bawah rata-rata. Bahkan kalah bersaing dari negara
kecil seperti Singapura. Karena banyak waktu terbuang hanya untuk membersamai
gawai kesayangan.
Sumber: pixabay.com |
Tak
heran jika posisi Indonesia dalam urusan literasi sangat memprihatinkan. Karena
kebiasaan membaca tidak menjadi gaya hidup masyarakatnya. Tidak usah jauh-jauh.
Coba kita saling bertanya pada diri masing-masing. Mari kita saling
instrospeksi diri, apakah membaca masuk ke dalam rutinitas wajib kita? Berapa
lembar buku yang telah dibaca per harinya? Mungkin satu lembar pun tidak. Jadi
tidak mengherankan jika kegiatan membaca ini sangat sepi peminatnya.
Padahal
secara teorinya kita semua pasti sudah sangat paham bahwa, membaca itu membawa
dampak yang sangat bermanfaat, tidak hanya bagi otak, tetapi juga kualitas
hidup. Karena membaca akan membantu kita lebih paham segala informasi,
mendapatkan banyak pengetahuan, menyehatkan otak, kaya kosa kata, mampu
menganalisa masalah dengan lebih matang, dan tentunya akan mengantarkan kita pada
kehidupan yang lebih baik.
Melihat
fakta ini, apakah benar sepinya minat membaca disebabkan oleh gawai, yang telah
menggantikan banyak peran dalam kehidupan manusia? Saya rasa sungguh tidak adil
jika kita mengkambinghitamkan kehadiran gawai. Walaupun sangat terasa bahwa
seiring dengan kemunculannya, teknologi ini juga berdampak signifikan terhadap
kebiasaan membaca maupun menulis. Karena bagaimanapun juga, gawai telah
memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masa kini.
Gawai
adalah satu dari sekian faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat kita
rendah. Karena sesungguhnya ada faktor utama lainnya yang menciptakan rendahnya
minat membaca seseorang, yaitu kondisi lingkungan keluarga dan masyarakat.
Lantas bagaimana agar tertanam rasa cinta membaca? Terutama pada anak-anak yang
saat ini minatnya lebih didominasi pada sebuah gawai?
Keluarga
merupakan lembaga dasar dan utama yang memiliki peranan penting dalam membangun
suatu kebiasaan. Karenanya diperlukan peran aktif anggota keluarga, terutama
orangtua untuk memberikan teladan dalam budaya membaca. Karena sangat mustahil
anak akan suka membaca, jika orangtuanya tidak pernah memberikan contoh tentang
aktivitas ini. Ketika orangtua suka membaca, maka anak pun akan meniru
kebiasaan orangtuanya. Untuk itulah orangtua yang merupakan agen sosialisasi
pertama seorang anak, wajib menanamkan rasa cinta sedini mungkin terhadap anak
untuk gemar membaca. Terlebih di zaman pesatnya perkembangan teknologi saat ini.
Keterlibatan
keluarga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30
tahun 2017. Isi peraturan tersebut mendasari bahwa keluarga harus turut serta
terlibat dalam proses pendidikan anak baik di rumah maupun di sekolah. Jadi
tidaklah benar anggapan sebagian orang selama ini, yang menyatakan bahwa
institusi pendidikanlah yang berperan membangun aktivitas membaca pada anak.
Sumber: pixabay.com |
Kebiasaan
membaca memang tidak bisa muncul begitu saja layaknya bakat seseorang. Ada
sebuah proses yang perlu dilakukan agar anak tertarik dan cinta pada buku.
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua dalam menumbuhkan minat baca
pada anak-anaknya, yaitu:
Kenalkan
Buku Pada Anak Sejak Dini
Mengenalkan buku pada
anak bisa dilakukan sejak dini, bahkan saat anak masih berada dalam kandungan.
Karena meski masih berada di dalam Rahim, anak juga mampu mendengar dan
berinteraksi dengan orangtuanya. Sempatkanlah membacakannya buku-buku menarik.
Bila perlu gunakan intonasi yang tepat saat membacanya. Dan jangan lupa ajak
anak berdiskusi tentang hasil bacaan tersebut. Misalnya dengan mengatakan,
“MasyaAllah bagus ya nak ceritanya. Besok kita sambung lagi, ya.”
Untuk tahap perkenalan
selanjutnya, sesuaikan jenis buku dengan usia pertumbuhan anak. Misalnya untuk
anak usia balita bisa dengan menggunakan boardbook
(buku karton tebal) atau convertible book
(buku yang bisa berubah bentuk).
Mendongeng
Mendongeng bisa menjadi
salah satu cara untuk membuat anak-anak suka pada buku. Untuk menambah
ketertarikan anak, sesekali gunakan mimik wajah dan intonasi suara sesuai
adegan di dalam cerita. Hal ini secara tidak langsung akan membangun
ketertarikan lebih pada anak untuk berinteraksi dengan buku-buku.
Kegiatan mendongeng ini
bisa dilakukan saat anak mau tidur. Jadi tidak perlu lama-lama. Namun
usahakanlah konsisten agar target membuat anak cinta buku bisa tertanam kuat
kelak. Yakinlah bahwa yang sedikit tapi rutin akan lebih memberikan hasil.
Sesekali gunakanlah buku referensi saat mendongeng, agar anak pun bisa melihat
langsung buku dan isi di dalamnya, saat kita membuka lembar demi lembarnya. Ini
akan semakin membangun kedekatan anak dengan sesuatu yang membuatnya senang. Dan
jangan lupa untuk menyampaikan pesan moral dari setiap buku atau cerita yang
kita bacakan.
Jadilah
Contoh Bagi Anak
Anak itu peniru ulung. Dan apapun
yang menjadi kebiasaan orangtuanya, akan menjadi kebiasaan anak pula. Jadi
adalah sesuatu yang mustahil seorang anak akan suka membaca, jika lingkungan di
rumahnya tidak tercipta budaya membaca. Karena itu sangat penting untuk
mengajari anak tentang pentingnya membiasakan diri membaca, dan cinta buku
sejak dini. Karena apa? Karena sebuah kebiasaan akan mudah terbentuk jika
dimulai sejak dini. Dan kecintaan itu akan kuat tertanam pada anak sampai dia
dewasa.
Sediakan setidaknya waktu khusus
untuk membaca bersama. Dalam hal ini semua anggota keluarga harus ikut
terlibat. Tidak perlu berlama-lama. Misalnya setiap hari selama 20-30 menit. Kebiasaan
ini akan menumbuhkan sifat tanggung jawab pada anak, bahwa ia harus berkomitmen
pada peraturan yang telah ditetapkan di rumah.
Letakkan
Buku-Buku di Tempat yang Mudah Dijangkau
Letakkanlah buku bacaan di
tempat-tempat strategis di rumah yang mudah dijangkau anak. Karena semakin
mudah dijangkau, maka akan semakin sering anak berinteraksi dengan buku.
Misalnya di area bermain anak, kamar tidur, atau ruang keluarga. Jangan lupa
juga untuk menyediakan tempat yang nyaman untuk membaca bagi anak, seperti
kursi atau sofa yang empuk. Atau jika memungkinkan, buatlah perpustakaan mini
di rumah dengan suasana ruangan yang nyaman untuk membaca.
Ciptakan
Variasi
Rasa bosan atau jenuh
membaca bisa saja tiba-tiba muncul pada anak. Untuk membunuh kejenuhan ini,
diperlukan metode agar kegiatan membaca tidak terkesan monoton. Contohnya
permainanan membaca dengan menggunakan peralatan kreatif, seperti kartu atau
dadu berhuruf. Atau bisa juga dengan menggambar sambil bercerita. Misalnya
dengan mengajak anak menggambar bebas dan setelahnya minta anak menceritakan
maksud dari gambar tersebut. Dalam kegiatan ini, orangtua juga bisa ikut
berpartisipasi melakukan hal yang sama.
Selain itu bisa juga
dengan memanfaatkan waktu ketika sedang jalan-jalan atau makan di restoran
bersama anak. Saat diperjalanan, ajak anak untuk membaca berbagai tanda
penunjuk jalan atau informasi lainnya yang ditemukan. Saat di restoran, ajak
anak untuk ikut melihat buku menu dan membaca isinya.
Menjelajah
Perpustakaan dan Toko Buku
Buatlah kunjungan rutin ke perpustakaan
atau toko buku terdekat. Dengan jumlah buku yang lebih banyak dan bervariasi di
perpustakaan dan toko buku, akan membuat anak semakin senang bertualang memilih
buku yang diinginkannya.
Sumber: pixabay.com |
Ajak
Berdiskusi
Jangan biarkan anak selesai membaca
tapi kita tidak tahu apa yang dipetiknya dari bacaan tersebut. Atau kita tidak
tahu tentang pandangannya terhadap bacaan tersebut. Ajak anak berdiskusi untuk memancing sifat
kritisnya. Misalnya dengan menanyakan pendapat anak tentang isi bacaan atau
pelajaran apa yang dipetiknya dari hasil bacaan tersebut.
Menuliskan
Bagian Menarik Dari Buku
Dalam sebuah buku pasti ada banyak
kata-kata menarik atau pesan yang bisa diambil. Nah, mintalah anak untuk
menuliskan kutipan atau pesan, atau kata-kata yang menurutnya menarik, dari
setiap jumlah halaman buku yang selesai dibacanya setiap hari. Tempelkanlah
tulisan tersebut di salah satu pojok dinding kamar anak untuk mengabadikannya.
Hal ini tidak hanya bermanfaat untuk membuat anak terbiasa mengambil pesan dari
sebuah bacaan, tetapi juga akan melatih dan membiasakannya untuk menulis.
Manfaatkan
Gawai Dengan Bijak
Pesatnya perkembangan
teknologi adalah sebuah tantangan bagi orangtua masa kini dalam hal menciptakan
ekosistem pendidikan bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang kita lihat bahwa saat
ini minat anak-anak terhadap gawai sangatlah tinggi. Agar kebiasaan membaca
tidak luntur akibat perkembangan teknologi, dan anak pun tidak buta akan
teknologi, maka orangtua harus memberitahu bagaimana seharusnya memanfaatkan
gawai dengan baik.
Sumber: pixabay.com |
Melarang anak bermain
gawai tentu bukan sebuah solusi. Buatlah jadwal kapan anak boleh bermain
bersama gawainya. Jangan lupa untuk selalu mendampingi dan mengontrol aktivitas
anak selama bermain gawai. Agar anak pun terhindar dari potensi negatif yang
mungkin saja muncul saat bermain gawai. Kenalkan juga anak dengan segudang
manfaat dari gawai. Misalnya dengan membaca di perpustakaan digital, seperti
Ipusnas atau I-Jak. Tetapi jangan lupa untuk membatasi lamanya membaca di
perpustakaan digital. Karena tidak baik bagi kesehatan mata.
Lalu
bagaimana dengan lingkungan masyarakat? Peran seperti apakah yang bisa
dilakukan masyarakat dalam menumbuhkan budaya literasi?
Peran Masyarakat Membudayakan
Literasi
Literasi
adalah sebuah jembatan untuk mewujudkan sebuah cita-cita. Karena literasi
merupakan salah satu patokan penentu kualitas agar kita mampu bersaing secara
global. Untuk itu diperlukan peran semua kalangan untuk membudayakan literasi
di Indonesia, tidak hanya lingkungan keluarga, tetapi kalangan masyarakat pun
hendaknya turut berperan aktif menggalakkan kegiatan cinta literasi.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN)
sejak 2016, yang merupakan wujud implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015, yaitu tentang penumbuhan budi pekerti. Ini
adalah sebuah upaya pemerintah untuk memperkuat sinergi pelaku gerakan literasi
serta memperluas keterlibatan masyarakat (publik), dalam mengembangkan dan
membudayakan literaasi di Indonesia.
Berikut
beberapa kegiatan yang bisa dillakukan masyarakat dalam upaya membudayakan
literasi:
Membentuk
Komunitas Membaca
Sikap konsisten itu
tidak akan mudah untuk dipertahankan jika sendirian. Ia akan lebih mudah
terjaga jika dilakukan beramai-ramai. Begitu pun halnya dengan kebiasaan
membaca. Karena ada kalanya kita jenuh dengan aktivitas ini. Untuk itulah
dibutuhkan sebuah perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat yang sama.
Biasanya dalam sebuah komunitas, setiap orang akan saling medukung dan
menyemangati. Selain itu kita juga bisa saling berbagi dan berdiskusi tentang
buku yang telah dibaca. Sehingga kita pun akan memiliki banyak referensi dan
buku rekomendasi untuk dibaca.
Salah satu contoh
komunitas membaca yang pernah saya ikuti adalah Reading Challenge Odop. Komunitas ini merupakan komunitas berbasis online grup di Whatsapp, yang anggotanya
berasal dari berbagai pelosok Indonesia. Di sini kami ditantang untuk
menyelesaikan membaca sejumlah buku, yang telah ditentukan dalam waktu 4 bulan.
Setiap hari ada jumlah halaman minimal yang harus diselesaikan, jika ingin
lolos sampai akhir dan mendapatkan reward berupa buku pilihan. Di RCO kami
tidak hanya sekadar membaca, tetapi juga menulis opini atau pun review buku yang dibaca.
Perbanyak
Taman Baca Masyarakat (TBM)
Kehadiran taman baca
akan sangat memfasilitasi masyarakat mendapatkan buku bacaan dengan mudah.
Pilihlah lokasi-lokasi dimana banyak orang akan berkumpul, misalnya saat car free day atau lokasi strategis
lainnya. Contohnya seperti yang dilakukan TMB dari Forum Lingkar Pena
Bandarlampung.
Jadilah
Generasi Peduli Literasi
Literasi di Indonesia
tidak akan pernah berkembang jika kita sebagai masyarakat tidak peduli. Jadilah
generasi yang peka dengan kondisi sekitar. Mulailah berkontribusi sebagai anak
bangsa sejati. Misalnya seperti kepekaan dan kepedulian beberapa pemuda di
Lampung terkait literasi. Mereka adalah Kevin Ceasar Wicaksono, M. Farhan Desmi,
dan Ignatius Limpad. Ketiga mahasiswa Universitas Lampung ini membentuk
komunitas Kepo Baca Lampung, yang memfasilitasi siapapun yang butuh buku bacaan
atau referensi secara cuma-cuma.
Setiap peminjam buku
boleh membawa bukunya pulang, dengan hanya memberikan fotokopi tanda pengenal
dan nomor ponsel yang aktif. Jadi semua
hanya bermodalkan saling percaya saja. Karena yang menjadi tujuan utamanya
adalah membuat orang kembali semangat dan rajin membaca.
Bantu
Masyarakat Mudah Mendapatkan Akses Buku
Di Indonesia masih
banyak daerah yang sulit mendapatkan akses buku. Terutama daerah terpencil. Seperti
yang baru-baru ini saya dengar dari sahabat saya, Dwi Dahlia (Mahasiswa
Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Lampung), saat mengikuti Kuliah Kerja
Nyata (KKN) pada tanggal 24 Juni – 18 Agustus 2019 di Desa Beringin Jaya,
Waykanan, Lampung.
Di daerah ini jarak
perpustakaan desa cukup jauh dari lokasi sekolah. Dan perpustakaan desa ini
menjadi satu dengan rumah seorang warga. Jumlah bukunya pun sangat minim
sekali. Hanya ada satu rak kecil. Dan menurutnya
minat baca anak-anak di sana cukup bagus. Hal ini terbukti dari antusiasnya mereka
saat Dwi dan teman-temannya, membawakan buku bacaan hasil sumbangan beberapa donatur.
Nah, melihat fakta ini benarkah literasi Indonesia rendah karena masyarakatnya
malas membaca? Untuk wilayah perkotaan mungkin benar. Karena kebanyakan gaya
hidup tergantikan dengan kemajuan teknologi dan tidak adanya pembiasaan. Namun
ternyata hal ini berbanding terbalik dengan minat baca di daerah terpencil.
Sejatinya kegiatan
membaca dan menulis itu tidak kalah menarik dengan aktivitas lainnya, jika hal
ini dibiasakan sejak dini. Namun pesatnya kemajuan teknologi menjadi sebuah
tantangan tersendiri dalam menciptakan minat baca yang tinggi. Karena berbagai
tawaran kesenangan banyak dapatkan anak-anak di gawai. Namun jika gawai tidak
digunakan dengan bijak, maka hal ini hanya akan memberi pengaruh kurang baik.
Untuk itulah perlu adanya sinergi dan komitmen kita semua, agar generasi bangsa
ini tidak kalah bersaing secara global.
Menjadikan membaca
sebuah budaya tentu bukan hal yang bisa diwujudkan dengan instan. Namun tidak
ada yang tidak mungkin untuk menanamkan kecintaan membaca. Mari kita bersama
memulainya dari sekarang. Jadikan membaca sebagai gaya hidup dan kebutuhan.
Dimulai dari lingkungan keluarga dan peran kita bersama di masyarakat dalam
menggalakkan budaya literasi. Karena gerakan cinta literasi tidak hanya menjadi
tanggung jawab pemerrintah. Tetapi kita semua.
#LiterasiKeluarga
#SahabatLiterasi
Rujukan:
Betul sekali, gawai sudah menjadi makanan sehari-hari keluarga Indonesia saat ini ya mbak. Ini sebenarnya nggak lepas dari pearan orang tua juga yg sering mengenalkan gawai sejak anak usia bayi dan balita. Ya nggak salah jadinya klo anak lebih suka lihat HP daripada baca buku. Padahal andai orang tua mau sedikit usaha, sekarang banyak tersedia fasilitas perpustakaan unik dan nyaman mirip bangunan mall bagi mereka yg tinggal di kota besar.
BalasHapusIya mbak. Semua tergantung orangtua juga. Karena bagaimana pun segala sesuatu yang anak lakukan dan sukai, berwal dari sikap orangtuanya. Untuk itulah orangtua harus jadi role model terbaik bagi karakter anak
HapusPR besar memang menjauhkan anak dr pengaruh gadget. Hampir sebagian waktu luang mereka lebih banyak dihabiskan dg game atau ngintip youtube sesuai kesukaan (entah film atau sepak bola). Sementara baca, hanya sebentar sekali walau sudah dijadwalkan rutin. Jadi curcol...hehehe
BalasHapusIya mbak. Sekarang anak-anak lebih akrab dengan gadgetnya. Bahkan sampai ada yang bersikP apatis dengan sekitar hanya karena si gadget.
BalasHapushmmmm... lebih bagus memanfaatkan teknologi yang ada untuk mengenalkan budaya membaca. Tak bisa dipungkiri, gadged sudah menjadi kebutuhan. daripada mengkampbinghitamkan lebih bagus mengkolaborasikan. misalnya dengan cara mengarahkan gadged untuk membaca buku, pake ebook.. ada app kayak flashjuga, jadi gambar dibukunya bisa gerak-gerak.
BalasHapus#hanya opini
Betul mbak. Kolaborasi kemajuan teknologi. Karena tidak mungkin kan kita anti teknologi juga. Justru kitalah yang hatus lebih cerdas, bagaimana menjaga minat baca tetap tinggi di era saat ini. Seperti yang sudah saya sebutkan di dalam tulisan ini juga. Kita bisa baca-baca buku di perpustakaan digital, misal Ipusnas. Jadi gadgetnya lebih termanfaatkan dengan baik🙂
HapusBetul banget mbak, untuk meningkatkan budaya literasi bangsa dimulai dari lingkungan terdekat yakni keluarga & masyarakat. Jadi PR tersendiri buat saya yg punya 2 balita untuk menumbuhkan minat baca mereka sedari kecil
BalasHapusIni PR kita semua mbak. Semoga kita semua mampu menjadi agen sosialisasi terbaik untuk menanamkan minat baca yang tinggi pada generasi Indonesia. Aamiin
Hapuswah bagus sekalli tulisannya :)
BalasHapusmemang gadget menjadi pisau tajam yang harus digunakan dengan tepat dan hati-hati agar lebih bermanfaat dunia akhirat :)
MasyaAllah tabarokallah. Terima kasih mbak.
HapusNah betul sekali mbak. Karena apapun yang kita miliki akan kita pertanggungjawabkan kelak. So, let's be wise with the gadget🙏🙂
Mantap kak #semangat
BalasHapusTerima kasih
HapusBudaya literasi memang dimulai dari keluarga dulu dan orang tua yang jadi contoh. Terlebih saat ini buku bersaing dengan gadget. Jadi orang tua harus lebih berhati-hati.
BalasHapusTantangan banget memang bagi orangtua masa kini, untuk mendidik anak di tengah maraknya serbuan teknologi. Tetap semangat mbak
Hapustidak akan pernah berhasil ketika orang tua menasehati kecuali memberi tauladan terlebih dahulu....
BalasHapusaku juga lagi membuat kebiasaan membaca di rumah...☺☺☺
Semangat mbak, semoga istiqomah ya. Aku pun juga sedang terus mempertahankan kebiasaan baik ini.
HapusSuka sedih saat lihat generasi sekarang cuma memanfaatkan gadget untuk 'bermain' semata. Padahal ada banyak hal baik yang bisa mereka dapat dari sana.
BalasHapusBenar, kita harus mampu menjadi contoh agar mereka mau berbudaya literasi 😊
Iya sedih banget ya mbak. Gadget ini akan berdampak sangat buruk jika kita tidak mampu memanfaatkanny dengan baik.
HapusYups, semua dimulai dari diri kita masing-masing juga. Semangat
ya ampun. itu berita emang banyak yang clickbait ya. yang ga rajin baca sampai tuntas bakal kemakan persepsi salah deh
BalasHapusIya mbak. Karenanya kita jangan sembarang mengambil kesimpulan sebelum tahu isi keseluruhannya. Hayuuukkk kita semua budayakan tuntas membaca
BalasHapusWaah, ada ya Mbak komunitas Reading Challenge ODOP gitu, kereeenn deh. Jadi pengen ikutan juga. Belakangan quantitas membaca saya semakin berkurang, iyah tetap membaca sih tapi via online tu juga baca blog bukan buku. Huhuhuh, harus dipecut kembali nih semangat bacanya biar bisa kasih contoh ke anak-anak juga.
BalasHapusAda mbak, komunitas ODOP yang mengadakan. Terasa banget di sini habit baca kita benar2 ditempa.
HapusSebenarnya sudah banyak ya akses yang mudah untuk mendapatkan buku atau bahan bacaan tinggal gairah dan semangat untuk meningkatkan kemampuan literasi ini. Komunitas membaca adalah salah satu yang paling mudah untuk saling menularkan semangat ini
BalasHapusBenar sekali mbak. Yang perlu dipecut saat ini, terutama dengan hadirnya teknologi tang maju, ya niat kuat dari dalam diri kita sendiri. Karena aoapun itu jika niatny nggak kuat bakalan luntur perlahan
HapusNah benar banget, salah satu cara memerangi hoax adalah membudayakan membaca sampai tuntas..cek dan ricek mengenai kebenaran berita dan sumbernya
BalasHapusIya mbak. Terutama sekarang, yang kebanyakan judul berita itu dibuat memancing, tapi kadang isinya tidak sinkron.
HapusSkrg lbh bnyk yg suka nnton video dr pd baca ya...
BalasHapusIya. Karena baca dianggap sebagai aktivitas membosankan. Meskipun banyak yang sudah paham bahwa membaca banyak manfaatnya.
HapusDi kampung halaman saya ada perpusdes yg disumbang oleh perusahaan sebagai bentuk CSR bagi masyarakat sekitar. Perpusdes dilengkapi wifi, sayangnya anak-anak hanya kesana untuk mengakses wifi. Duh menyedihkan sekali ya...
BalasHapusBenar2 peran keluarga sangat penting dalam mendukung gerakan suka membaca..
Wah bagus udah ada perpusdes, syg wifinya jd dimanfaatkan buat yg lain...
HapusWah bagus mbak jika sudah ada perpusdes. Mungkin yang perlu digiatkan peran masyarakatnya juga, agar yang datang ke perpusdes tidak hanya karena ingin numpang wifi. Tapi baca buku juga
HapusBetul Mba. Keluarga memang memiliki peran penting. Si kecil di rumah lihat aku menulis dan membaca jadi suka pegang pulpen juga... hihihii
BalasHapusIya kebiasaan yang dibangun di rumah bisa menjadi kebiasaan anak juga mbak. Semangat mbak. Semoga terus istiqomah menularkan kebiasaan baiknya.
HapusLiterasi itu bukan sekedar ucapan tapi tindakan kenyataan yang dimulai dari keluarga tempat anak berangkat. Dan aku merasakan sekali dampaknya dari orangtua yang suka membaca
BalasHapusBetul mbak, karena apapun yang orangtua lakukan, akan diduplikasi anaknya juga. So, semangat menjadi teladan baik ya mbak.
HapusYa sayang sekali karena masyarakat kita masih kurang peduli terhadap literasi. Buktinya masih banyak yang termakan hoax karena ketika mendapatkan informasi langsung ditelan mentah-mentah padahal baru liat judulnya saja. So memang penting banget ya Mbak ada gerakan untuk membudayakan literasi baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan yang lebih luas
BalasHapusIya mbak, yang utama pastinya keluarga. Karena dari sinilah segala karakter terbentuk. Dan masyarakat pun juga harus berperan aktif, karena anak-anak nantiny akan berinteraksi di luar.
HapusMasyarakat kita terkadang enggan membaca sesuatu sampai akhir. Hanya membaca judulnya sudah menyimpulkan banyak hal yang kadang di luar maksud dan tujuan dari tulisannya. Heheh
BalasHapusIya mbak. Yang ini harus hati-hati sekali. Karena terkadang judul tidak selalu menginterpretasikan isi informasi yang sesungguhnya. Harus mau tuntas baca jika ingin mendapatkan keutuhan informasi.
HapusSetuju dengan langkah-langkah pembiasaan membaca pada anak-anak. Semua itupun harus dilakukan dengan berkesinambungan, supaya tidak terlewat atau bahkan hilang. Semoga anak-anak Indonesia makin cinta membaca dan makin luas wawasannya
BalasHapusAamiin. Kita semua harus bersinergi dan berusaha yang terbaik untuk berperan menanamkan cinta baca ini. Bismillah, insyaAllah bisa🙂
HapusOrang tua, keluarga dan masyarakat memiliki peranan penting dalam budaya literasi
BalasHapusBenar sekali mbak. Jadi bukan hanya tanggung jawab institusi pendidikan atau pemerintah terkait saja.
HapusBanyak orang yang bilang kalo nonton video sekarang menjadi lebih digemari dari pada membaca, tapi tenang saja, sampai kapan pun membaca tidak akan pernah tergantikan dengan menonton karena ada suatu efek yang tidak bisa digambarkan dengen visual dalam video, seperti halnya kita membaca buku novel pasti ada keunikan sendiri dibanding nnonton film yang di adaptasi dari novel yang pernah kita baca
BalasHapusNah itulah keunggulan dari sebuah buku. Kita akan terpuaskan dari setiap informasi yang tercantum. Contohnya ketika baca novel dan nonton versi visualnya itu ya mbak.
HapusMbak, aku kok kepingin ikutan RCO juga yaa. Itu gimana caranya?
BalasHapusJoin di odop dulu mbak. Nanti insyaAllah oprec akhir November/ Desember
HapusAku juga mau ikutan kak RCO. Itu linknya ada di fb atau gimana kak?
BalasHapusHarus jadi member One Day One Post dulu kak. Nanti RCO itu program yang ada di ODOP.
HapusLingkungan memang berperan penting bagi perkembangan literasi, untungnya di sekolah sekarang juga sudah ada GLS (Gerakan Literasi Sekolah) yang tentu bisa bantu
BalasHapus