Photo by karwektekno.com |
Mudik,
Melepas Rindu Pada Kampung Halaman – Bulan suci Ramadhan
sudah semakin mendekati masa akhirnya. Tak lama lagi kita pun akan segera
menyambut hari nan fitri, hari raya idul fitri. Tentu hal ini menjadi momen
penuh suka cita yang tak sabar dinanti. Nah biasanya menjelang Lebaran, selain
diwarnai dengan tradisi membuat kue dan persiapan THR, ada satu tradisi tahunan
yang tak pernah absen saat hari raya tiba, yaitu mudik. Ya, sebagian besar
masyarakat Indonesia biasanya akan melakukan kegiatan ini untuk mengisi hari
Lebaran yang spesial.
Mudik adalah tradisi pulang kampung yang dialkukan
para perantau, misalnya pekerja atau yang sedang menempuh pendidikan di kota
atau negara lain. Inilah kesempatan untuk kembali berkumpul dan mempererat
jalinan silahturahmi dengan para sanak saudara di kampung halaman, setelah lama
tidak bersua. Namun meskipun mudik ini identik dengan mereka yang berada di
tanah rantau, tak jarang aktivitas ini juga dilakukan oleh mereka yang telah
berdomisili tetap di suatu tempat untuk berkunjung ke tanah kelahiran.
Kampung halamanku berada di Padang, Sumatra Barat. Namun
sebelum masuk usia sekolah orangtua telah membawaku untuk merantau ke Lampung
hingga akhirnya kami berdomisili di kota Tapis Berseri ini. Saat kecil aku
tidak begitu paham dengan istilah mudik atau pulang kampung. Namun orangtua
kerap mengajak mudik setiap ada kesempatan atau saat hari raya Idul Fitri. Yang
kurasakan saat itu hanya perasaan senang karena diajak jalan-jalan dan bertemu
sanak saudara, yang biasanya mereka akan memberiku hadiah (uang).
Namun kini mudik bukan hanya tentang kesenangan
melakukan sebuah perjalanan dengan bonus-bonusnya. Tetapi mudik bagiku adalah
momen dimana aku bisa bernostalgia kembali dengan tempat dimana aku dilahirkan,
dan melepas rindu dengan alam dimana dulu aku kerap menyatu penuh suka cita. Mudi
adalah momen yang sangat kurindu dan harap. Terlebih saat ini, ketika aku telah
disibukkan dengan aktivitas kerja, yang kerap membuatku terhalang untuk pulang
kampung. Tak jarang, di saat keluarga besarku pulang ke Ranah Minang, aku harus
dengan ikhlas tinggal di rumah karena jatah libur yang tidak memungkinkanku
untuk turut serta. Sedih. Pasti.
Bahkan aku pernah tak dapat membendung air mata
mengenang kampuang halaman nan jauh di
mato. Terkadang hanya melihat foto-fotonya saja bisa membuat dadaku terasa
sesak. Pernah saat aku mendapat order artikel tentang wisata Sumatra Barat oleh
seorang client, di situ aku tanpa
sadar hanyut dalam tangis saat mulai menuliskan artikelnya. Aku benar-benar
tidak bisa menahannya, aku begitu rindu kampung halamanku di Padang. Ya Allah
berilah aku kesempatan untuk bisa kembali mengunjugi kampung halamanku bersama
orang-orang yang kusayang.
Akupun menceritakan hal yang kualami ini kepada Ayah
dan Ibu. Mereka pun haru mendengar kisahku, yang saat itu aku pun kembali tak
bisa membendung air mata karena rasa rindu yang dalam akan Ranah Minang. Ayah
pun menyemangati dan berkata, “Ya sudah, jangan sedih. Semoga liburan Lebaran
kali ini semua bisa pulang ke Padang tanpa terkecuali. Kita pulang basamo, kata
ayah.
masyaAllah, betapa senangnya hatiku mendengar aku
akan pulang ke Padang. Qodarullah, rencana Allah memang begitu indah. Kebetulan
sekali tahun ini Hari Raya Idul fitri jatuh bertepatan dengan liburan panjang
anak sekolah. Sehingga aku pun yang bekerja di institusi Bahasa Asing di kotaku
mendapat jatah libur lebih lama. Sudah tak sabar rasanya ingin berjumpa dengan
kampung halaman dan sanak saudara di sana. Semoga perjalanan mudik ini lancar dan
barokah. Aamiin ya Rabb.
Kampuang
nan jauh di mato
Gunuang
Sansai Baku Liliang
Takana
jo kawan-kawan lamo.
Sangkek
basu liang suliang
Panduduaknyo
nan elok
Nan
suko bagotong royong
Kok
susah samo-samo diraso
Den
takana jo kampuang.
Takana
jo kampuang, Induk, Ayah, Adik sadonyo
Raso
mangimbau-ngimbau Den pulang.
Den
takana jo kampuang
saya auto nyanyi baca lirik lagu Kampuang nan jauh dimato :D salah satu lagu daerah favorit saya jaman kecil nih mbak
BalasHapusHeheee...tiba-tiba teringat kampung halaman ya mbak.
Hapus