Bhinneka
tunggal ika; berbeda-beda tetapi tetap satu. Inilah sebuah semboyan populer
bangsa Indonesia, yang mencerminkan kehidupan bangsa yang bersatu dalam
kemajemukan. Sejak dulu rasa persatuan dan kesatuan itu tetap terpelihara
dengan baik. Karena ini juga bangsa Indonesia dapat merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah. Latar belakang budaya, adat istiadat, suku, bahasa, agama,
ras, atau pun kekerabatan yang berbeda-beda, bukanlah hambatan untuk
menciptakan kehidupan berbangsa dalam suatu keharmonian. Semua ini tentu saja
tidak lepas dari rasa saling toleransi, menghargai, dan memiliki. Dan yang tak
kalah penting adalah rasa persaudaraan atas nama satu tanah air, satu bangsa,
dan satu tumpah darah Indonesia, sebagaimana yang diikrarkan dalam isi Sumpah
Pemuda 1928.
Namun
sayangnya, kehidupan yang harmoni itu mulai diterpa badai yang telah berhasil
memporak-porandakan kehidupan berbangsa, yang selama ini berjalan selaras dalam
persatuan dan kesatuan di tengah keberagaman. Sebagaimana yang kita ketahui, beberapa tahun terakhir bangsa
Indonesia dihadapkan pada isu-isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan),
sangat serius yang telah meracuni kebhinnekaan bangsa.
Isu
SARA merupakan isu sensitif, yang jika dihembuskan akan mudah menyulut emosi
dan konflik. Dan tampaknya hal ini justru malah dimanfaatkan oleh sekelompok
orang demi kepentingan golongannya, seperti dalam kepentingan perpolitikan di
tanah air, yang akhir-akhir ini kerap melibatkan masalah SARA. Sebut saja isu SARA
pada pilkada DKI beberapa waktu yang lalu, yang diawali dengan isu penistaan
agama oleh salah satu kandidat Gubernur DKI.
Tidak
hanya dikalangan elit politik atau yang terkait dengannya. Ternyata maslah SARA
juga sudah merambat ke dunia pendidikan. Bahkan untuk kalangan anak sekolah dasar.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dunia pendidikan sempat dihebohkan dengan
temuan buku pelajaran siswa yang berisi kata-kata kebencian terhadap salah satu
agama. Buku dengan judul “Anak Islam Suka Membaca” yang ditulis Nurani Mustain,
dilaporkan gerakan pemuda Anshor karena berisi kata-kata yang berhubungan
dengan peperangan dan menyerang. Hal ini sebagaimana yang dilansir dalam
halaman berita di Independent.id.
Seiring
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, telah memfasilitasi masyarakat
untuk cepat mendapatkan berbagai informasi melalui media internet. Bahkan akses
ke internet bisa dilakukan dimana pun dan kapan pun, tanpa harus pergi ke
warung-warung internet. Ya, hadirnya ponsel-ponsel canggih telah memudahkan
masyarakat dalam mengakses segala peristiwa dalam waktu yang cepat. Namun
sayangnya, masih banyak orang yang kurang paham dan kerap menelan mentah-mentah
setiap informasi yang dibacanya. Alhasil, kesalah pahaman hingga rasa kebencian
pun mudah menguasai diri.
Tidak
semua konten dalam situs internet itu baik dan benar. Banyak juga yang
mengandung berita palsu, atau dalam bahasa kerennya hoax. Untuk itulah kita
sebagai penikmat informasi harus pandai-pandai menetralisir pikiran agar tidak
tejebak dalam informasi berbau hoax. Mengutip pernyataan Pemimpin Redaksi
Terakota.id, Eko Widianto, dalam sebuah laman berita di Independent.id, yang
menyatakan bahwa salah satu cara melawan berita dan informasi palsu adalah
dengan mengecek sumbernya. Jika sumbernya tak bisa dipertanggungjawabkan, maka
informasi tersebut tidak perlu disebarluaskan.
Hoax kini telah menjadi sebuah virus yang semakin
subur berkat dukungan kemajuan teknologi digital. Hoax semakin intens
didistribusikan melalui media sosial. Substansinya pun sudah merambah ke banyak
aspek kehidupan. Hal ini tentunya menjadi sebuah ancaman serius bagi
ketentraman berbangsa dan bernegara.
Berita
hoax membuat orang saling berprasangka hingga tergiring pada suatu opini, yang
cenderung bersifat negatif. Hal ini tentu merupakan bentuk ancaman serius bagi
keutuhan berbangsa dan bernegara. Karena isu yang dihadirkan dalam konten hoax
itu sangat berpotensi menebar kebencian serta menyulut timbulnya konflik. Untuk
itulah kita sebagai penerima informasi, harus mampu menyikapai setiap konten
berita yang bertebaran dengan bijak dan penuh pertimbangan. Intinya cek dan
ricek dulu sebelum mengambil kesimpulan terkait berita tertentu.
Kemajuan
teknologi serta cepatnya akses informasi dari seluruh penjuru dunia yang bisa
kita dapatkan, haruslah direspon dengan penuh pertimbangan, terutama terkait
dengan hal kebenarannya. Jangan sampai jembatan informasi ini justru
menjerusmuskan kita dalam perpecahan dan konflik. Hidup dalam kerukunan
meskipun diwarnai banyak perbedaan itu sangat menyenangkan. Mari kita jaga dan
teruskan cita-cita pendiri bangsa ini, untuk kehidupan bangsa Indonesia yang
lebih baik.
memang betul ya mb hoax itu tidak baik untuk kesehatan si pembaca, karena biasanya suka bikin emosi hehe.. terkadang si penyebar hoax pun tangaannya sukgatel buat menshare terus tanpa kroscek terlebih dahulu.
BalasHapusiya Mbak.makanya kita harus hati-hati sebelum menyebarkan informasi
Hapushoak awal perpecahan, waspada banget yaa, tabayyun.
BalasHapusSemoga kita lebih waspada menghadapi serbuan informasi yang terkadang sering membutakan pikiran dan nalar.
HapusWah mbak, aku setuju banget sama yang mbak Rika sampaikan. Tulisannya keren mbak edukatif banget. Tinggal di TLD-kan aja ini blognya biar makin tsakep
BalasHapusSama Kalo boleh aku saran, tulisannya dipecah2 jadi paragraf kecil kecil, biar sekerol sekerolnya enak dan gak pegel mata hehe.
Semangat, Mba Rikaaaaa *kiss
heheh...iya Mbak. thanks ya sarannya
HapusBetulll mba. Sepakat. Gak semua yang ada di inet tuh nyata dan benar adanya. Sebagai generasi millenial kita tetep pake filter biar bisa bedakan yang benar dan salah, yang perlu dan gak perlu
BalasHapusiya mbak.Internet memang sangat bermanfaat sekali. Tetapi kita juga harus lebih aware dengan informasi yang berseliweran. Karena tidak semua yang ada di internet itu benar dan bermanfaat.
HapusSepakat soal ini. Memang harus filter sih intinya
BalasHapusIya. Pokoknya jangan malas berpikir kritis menghadapi setiap informasi yang ada
HapusHuhu kalau di internet antara orang (yang katanya) pinter sama yang enggak tuh nggak ada bedanya. Sedih.
BalasHapusIya mbak, jadi miris ya.
HapusWah setuju banget nih bahwa kita jangan mudah termakan hoax. Majunya teknologi dan derasnya informasi semoga menjadikan kita lebihbijak bersosial media. No hoax deh.
BalasHapusPokoknya tolak hoax dengan lebih kritis menanggapi berita
Hapuscapek banget aku dengan isu SARA ini. apalagi jelang 2019 ya kan. jangan mudah kemakan hoax lah. kemajuan teknologi harus selaras dengan kemajuan berpikir nih. baru deh bisa disebut berhasil.
BalasHapusIya mbak aku juga kesel banget dengan berita yang selalu melibatkan isu SARA. Semoga Indonesia segera pulih dari kekacauannya ya. aamiin
HapusAku sepakat banget dengan tulisannya karena kalau kita tergiring dengan berita hoax, maka kita akan terpecah belah! Untuk itu kita harus bijak terhadap informasi yang kita baca dan jangan langsung menyebarkan, harus saring dulu sebelum sharing!
BalasHapusIya mbak bener banget. Saring sebelum sharing memang harus diterapkan lebih intens lagi agar kita tidak mudah terpancing isu yang belum pasti kebenarannya.
HapusSaya cukup satu hal... supaya gak terkena hoax.. minimalisir penggunaan medsos hehehee
BalasHapusIya sih Bang. Tapi terkadang masih susah menjauhkan diri dari penggunaan medsos. Karena kadang memang ada kerjaan yang butuh bersentuhanaktif dengan medsos.
Hapus